Kisah ini berhubungan dengan kisah pohon bilwa saat Sang Hyang Narayana marah kepada Dewi Lakshmi karena telah mengutuk umat manusia yang memetik daun pohon Bilwa untuk dipersembahkan kepada Dewa Siwa. Dewi Lakshmi mengeluarkan kutukan, siapapun yang memetik daun Bilwa untuk dipersembahkan hidupnya akan miskin selamanya.
Sejak saat itu umat manusia tidak ada yang berani memetik daun pohon Bilwa. Akhirnya hanya para Brahmana yang tetap bersedia memetik daun pohon Bilwa pada saat upacara kematian atau Pitra Yadnya meskipun harus menerima kutukan Dewi Laksmi. Daun pohon Bilwa dipersembahkan dengan harapan agar sang roh bisa dilebur segala karma dan dosa semasa hidupnya. Seorang brahmana bersedia menjalani kutukan Dewi Lakshmi dan bersedia hidup dengan harta benda secukupnya, sebagai wujud melepaskan keterikatan terhadap dunia materi.
Hyang Narayana yang marah atas kutukan Dewi Laksmi ini kemudian memberi sabda bahwa pada saat penitisannya sebagai Kalki Awatara, seorang Brahmana Kasudi akan memohon Tapak Kaki beliau dan Brahmana tersebut akan terbebas dari buah kutukan Dewi Lakshmi. Serta disabdakan oleh Hyang Kalki Awatara, di masa depan Beliau juga akan memberkati Pura Purohita dengan meninggalkan bekas Tapak Kaki beliau. Sebab Sang Hyang Purohita adalah bakta setia dari Sang Hyang Narayana. Purohitam Agni Yogiswara yang tak lain adalah dewa Siwa itu sendiri. "Di mana ada Tapak Kaki-Ku di sanalah manusia bisa memohon peleburan dosa dengan menggelar Puja Agni Rudra".
Demikianlah kisah Tapak Cokor Ida Bhatara Raja Wilatikta XIV yang ada di Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita. Tapak Cokor ini merupakan ANUGRAH dari Hyang Maha Kuasa atas berdirinya Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita, sebagai stana Sang Hyang Purohita yang merupakan bakta setia dari Sang Hyang Narayana.
Penulis : Ida Pandita Mpu Paramadaksa Purohita