POHON RUDRAKSA, POHON TIGE KANCU, DAN BUNGA LAKSMI

 


Gambar 1 : Pohon Rudraksha

Rudraksha berasal dari kata Rudra atau Dewa Rudra atau Dewa Siwa, dan Aksha yang berarti air mata. Dalam siwa purana, dikisahkan saat Dewa Siwa sebagai Rudra bermeditasi, terlintas di dalam meditasinya, Dewa Rudra melihat banyak hal; sukacita dan kebahagiaan, kebimbangan dan kesengsaraan, peperangan, kerusakan, dan ketidakseimbangan akibat ulah penghuni alam semesta. Berbagai hal yang dilihat dalam meditasinya berkecamuk, membuat Dewa Rudra terharu hingga meneteskan air mata. Satu tetes air mata Dewa Rudra yang menyimpan berkah dan terjatuh ke tanah, menjadi benih dan bertunas. Dalam beberapa waktu, tunas itu tumbuh menjadi pohon yang rimbun, kokoh, tinggi menjulang dan berbuah lebat, yang kemudian dikenal dengan nama pohon Rudraksha.

Beberapa versi mengatakan bila Rudraksha sampai di Indonesia, dibawa dari India sekitar 250 tahun lalu oleh pemerintah kolonial Belanda untuk ditanam di sekitar bangunan-bangunan kantor mereka, juga ditanam di sekitar jalan-jalan utama sebagai peneduh. Versi lain mengatakan bahwa Rudraksha dibawa oleh orang-orang Gujarat yang melakukan perniagaan di Indonesia. 70% pohon Rudraksha tersebar di Indonesia. Bagaimana Rudraksha sampai dan tumbuh subur di berbagai pelosok wilayah nusantara, tentu ada sejarahnya. Rudraksha yang memiliki nama latin Elaeocarpus Ganitrus Roxb memiliki sebutan berbeda beda di Nusantara. Di tanah Sunda dikenal dengan sebutan Ganitri, di bali sendiri dikenal dengan nama genitri, berbagai pelosok nusantara punya nama beda seperti Jenitri.

Ada hal yang menggelitik di keilmuan Biologi hingga disematkan nama Ganitrus sebagai nama latin Rudraksha. Di Nusantara, Rudraksha disebut dengan nama ganitri atau genitri. Kami berasumsi bahwa Rudraksha sebenarnya sudah ada di Nusantara belasan abad lalu, bukan dibawa oleh orang Belanda bersamaan dengan kolonialisme mereka 250 tahun lalu. Bahkan sebuah versi mengatakan bahwa pohon Rudraksha berasal dari Nusantara. Ini bisa sekaligus menjawab mengapa nama latin Rudraksha ada kata Ganitrus-nya. Alasannya, mengingat di Nusantara ribuan tahun yang lalu telah berdiri kerajaan besar yang erat berkaitan dengan kultur dan religius masyarakat Hindu dan Budha. Mungkin pula nama Ganitri sudah dipakai di zaman kerajaan itu, lalu menginspirasi ilmuwan biologi memberi nama latin Rudraksha dengan nama Ganitrus.

Menurut Siwa Purana yang merupakan sabda dari Dewa Siwa, bahwa Rudraksha dengan ukuran sebesar buah bidara akan memberikan ketenangan dan kekayaan. Yang memiliki ukuran sebesar buah Gooeseberri akan mengurangi keburukan. Yang memiliki ukuran sebesar biji yang kecil, yang berwarna merah pada ujungnya dan berwarna hitam pada bagian bawah akan memenuhi semua keinginan hati pemakainya. Rudraksha lebih ampuh ketika ukurannya semakin kecil. Biasanya rudraksa digunakan seperti seutas tali untuk ber japa. Biji Rudraksha memiliki kekuatan yang luar biasa dan tidak dapat dijelaskan. Siapapun yang menggunakan biji Rudraksha akan dapat merasakan bahwa hal itu meningkatkan kedamaian pikiran, ketenangan, kesehatan yang lebih baik, kesuksesan, kemakmuran dan keberuntungan.



Gambar 2 : Pohon Tige Kancu

Pohon tige kancu memiliki ciri yaitu daun yang menyerupai sayap kupu-kupu. Selain itu, pohon ini dianggap sangat berharga karena kelangkaannya, dan juga karena keistimewaan warnanya. Kayu dari pohon tige kancu memiliki tiga warna yaitu warna putih, kemerahan dan warna hitam dalam satu batang kayu. 

Kayu tige kancu yang memiliki tiga warna yang biasa disebut dengan Tri Datu. Tri Datu dianggap sangat istimewa oleh orang Bali karena merupakan simbol dari Tri Murti yaitu perwujudan dari Hyang Maha Kuasa sebagai pencipta (Dewa Brahma), sebagai pemelihara (Dewa Wisnu) dan sebagai Pelebur (Dewa Siwa). 

Selain itu, tiga warna ini juga merupakan simbol dari Tri Purusa yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwatma. Parama Siwa merupakan sifat Tuhan dalam bentuk yang tidak terpikirkan, murni, abadi, tidak terbatas, memenuhi segalanya, jiwa segala jiwa, anandi ananta yaitu tidak berawal dan tidak berakhir. Parama Siwa sebagai jiwa agung alam semesta menempati alam atas atau Swah Loka. Sedangkan tuhan dalam sifat Sada Siwa telah memiliki memiliki atribut seperti nama, bentuk dan atribut lainnya, yang disebut Saguna Brahman, yang menempati alam Bwah Loka. Sedangkan Tuhan Dalam sifat Siwatma sebagai penguasa alam bawah (bhur loka) adalah Tuhan yang telah diliputih oleh maya nya dan menjadi jiwa dari semua makhluk hidup. 

Oleh karena itu, tongkat atau gagang keris yang terbuat dari kayu tige kancu yang dianggap sebagai simbol Hyang Maha Kuasa, dipercayai mampu sebagai pelindung dan menghindarkan pemiliknya dari mara bahaya. Pohon tige kancu, bisa tumbuh dimana saja di pulau Bali. Tetapi pohon tige kancu dengan tiga warna biasanya tumbuh di lahan kering seperti di Nusa Dua, Nusa Penida, atau didekat pantai.



Gambar 3 : Bunga Laksmi

Dewi Laksmi adalah dewi kekayaan, kebahagiaan, kesetiaan, ketulusan, kebaikan, kesuburan, kemakmuran, Kemenangan, keberuntungan, keabadian, kehidupan,kecantikan, keadilan, kebijaksanaan dan juga kedamaian. Dewi Laksmi memiliki delapan bentuk manifestasi dari dirinya sendiri yang disebut dengan Ashtalaksmi, yang mewakili delapan aspek kekayaan dalam hidup manusia. Berikut adalah nama dan tugas dari Astalaksmi :

1. Adi Laksmi (kebijaksanaan, kedamaian, kebahagiaan, spiritual), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna merah jambu (pink) dan tangan memegang bendera putih.
2. Dhana/Aishwarya Laksmi (kekayaan materi/sumber daya), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna hijau dan tangan memegang guci berisi koin emas.
3. Dhanya Laksmi (kekayaan pertanian, tumbuh-tumbuhan, dan perkebunan), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna biru dan tangan memegang padi.
4. Gaja Laksmi (kekayaan peternakan, air, hujan, dan kekuasaan), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna merah disertai dua ekor gajah di belakangnya.
5. Santana Laksmi (keluarga, pernikahan, dan keturunan), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna kuning disertai pedang belati dan memangku seorang bayi.
6. Dhairya/Wira Laksmi (kekuatan dan keberanian), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna jingga (orange) dengan tangan memegang panah, busur, dan trisula kecil.
7. Wijaya Laksmi (kemenangan dan kesuksesan), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna ungu dengan tangan memegang belati dan tameng emas.
8. Widya Laksmi (kesenian, budidaya, dan ilmu pengetahuan), umumnya digambarkan mengenakan kain berwarna putih dengan tangan depan kosong dan tangan belakang memegang bunga teratai.

Dalam kitab-kitab Purana, Dewi Laksmi adalah Ibu dari seluruh alam semesta dan sakti dari Dewa Wisnu atau Narayana. Suatu hari saat ide pandita akan melakukan puja untuk menyambut turunnya Sang Hyang Narayana di Gria Sunari, beliau diminta untuk menyiapkan beberapa sarana, salah satunya adalah bunga laksmi. Setelah mencari cari selama beberapa hari, ide pandita dan para sisye tidak juga menemukan bunga laksmi. Sampai di hari H pelaksanaan puja. Karena puja akan dilaksanakan di sore hari, maka di pagi harinya ide pandita melakukan meditasi dan memohon petunjuk dari Hyang Maha Kuasa. Saat itu beliau mendengar petunjuk bila akan ada yang datang membawakan bunga laksmi tersebut ke Gria. Dan benar saja, di siang harinya ada yang datang membawakan bunga laksmi ke gria, sehingga puja bisa terlaksana dengan baik. Salah satu bibit bunga laksmi itulah yang di tanam di Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita. Bunga laksmi tidak boleh di petik secara sembarangan, biasanya bunga laksmi di petik dengan doa khusus dan dipersembahkan dalam suatu ritual.