Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita adalah Pura yang didirikan atas amanah Ida Bhatara Mpu Kuturan yang terletak di Desa Unggahan, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali. Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita berdiri sejak tahun 2012, tepatnya pada hari Redite Kulantir tanggal 11 Desember Tahun 2012, yang merupakan tanggal dilaksanakannya pemelaspasan pura. Berikut ini sejarah berdirinya Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita.
Tedunnya Ilmu Moksha
Pada tahun 2009, I Gusti Agung Yudhistira yang dimuliakan dengan panggilan Pinisepuh di Puri Agung Dharma Giri Utama, telah mendidik I Made Sandiago dengan berbagai disiplin Spiritual yang ketat sampai kepada tahap Keshidian. Karmanya telah mengantarkan sosok Made Sandiago untuk kacunduk Leluhur Kawitan Pasek Gelgel yaitu Ida Bhatara Lingsir Pasek Gelgel dan dari sana Beliau dititipkan untuk belajar Spiritual kepada Ida Bhatara Mpu Kuturan.
Pada tahun 2010, beliau mendapat Gelar Abhiseka Pasek Mukti Murwo Kuncoro dari Hyang Maha Guru Bhatara Agung Mpu Kuturan melalui Pinisepuh I Gusti Agung Yudhistira. Dengan taksu keshidian, mangku Mukti, demikian Beliau dipanggil di Puri, telah memperoleh taksu atau Kekuatan Leluhur, dan melakukan komunikasi dengan Mpu Kuturan dan Leluhur lainnya. Salah satu sastra yang tengah ditulis oleh mangku Mukti adalah Ilmu Sangkan Paraning Dumadi yaitu ilmu rahasia Leluhur untuk mencapai Moksha, yang ditulis dari pawisik atau komunikasi dengan Ida Bhatara Mpu Kuturan.
Dengan Restu Guru, Pinisepuh dan Hyang Maha Guru Mpu Kuturan, mangku Mukti kemudian mengajarkan kembali teori-teori yang diperoleh dari komunikasi dengan Sesuhunan. Menurut mangku Mukti, sastra Sangkan Paraning Dumadi yang diterima memang terbukti membantu piningkatan Spiritual dari para murid di Puri Agung Dharma Giri Utama. Ilmu Sangkan Paraning Dumadi mempunyai dua jenis meditasi utama yaitu Brahma Chakra dan Karuna Budhi. Intisari dari dua meditasi ini adalah untuk pengembangan jalur sinar Antahkarana yang berada di dalam tulang punggung yaitu pada nadi utama Shusumna. Nadi Shusumna adalah jalur prana yang digunakan oleh Ular Suci Kundalini untuk naik ke chakra Sahasrara (Chakra Mahkota), setelah nadi utama yang lain yaitu nadi Ida dan Pinggala terbentuk karena berkembangnya chakra Muladhara.
Sang Hyang Sabda Palon
Karena Ilmu Sangkan Paraning Dumadi telah ditedunkan kembali ke dunia skala, mangku Mukti kemudian memohon kepada Pinisepuh dan Hyang Maha Guru Mpu Kuturan untuk melinggihkan Sang Hyang Purohita pada akhir tahun 2010. Hyang Maha Guru Bhatara Agung Mpu Kuturan dan Pinisepuh memberi restu.
Sebelum menemukan lokasi untuk melinggihkan Ida, tedunlah Pratima Sang Hyang Sabda Palon di Puri Agung Dharma Giri Utama. Pratima ini tiba-tiba saja muncul di atas meja ruang suci Puri, seperti pengakuan salah satu pengempon puri. Pada suatu pagi seperti biasa, Ibu Nena, menyapu dan membersihkan meja altar di ruang suci paling sakral di Puri. Kemudian ia keluar mengambil air untuk mengepel lantai dan pada saat kembali tersebutlah ia melihat satu Pratima baru telah berada di sana, kemudian diketahui pratima tersebut adalah pratima Sang Hyang Sabda Palon.
Pinisepuh kemudian menjelaskan bahwa Sang Hyang Sabda Palon atau yang lebih dikenal dengan nama Semar atau Tualen. Beliau di Nusantara adalah sebagai Dang Hyang-nya Nusantara (Nenek moyang Nusantara). Beliau berumur jutaan tahun dan hidup abadi. Sekali Beliau tidur adalah 500 tahun lamanya, dan setiap Beliau terbangun pasti ada suatu kerajaan atau keyakinan yang sedang berselisih atau suatu permasalahan menurunnya harkat manusia.
Menurut penuturan Pinisepuh, Semar berkata :
"Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur kamurkan mardik", yang artinya; merdekanya jiwa dan sukma. Jadi umat manusia dituntun oleh Beliau agar terlepas dari segala penderitaan dan mencapai moksha. Semar sebagai perlambang ngelmu gaib atau simbolnya alam gaib. Kasampurnaning pati. Beliau tidak akan pernah mati karena Beliau sudah mencapai kesempurnaan. Beliau-lah yang bertugas memberikan ilmu pengetahuan kepada umat manusia agar umat manusia terlepas dari segala penderitaan dan mencapai moksa. Pencerahan itu disebut pula Purohita. Sang Hyang Sabda Palon itulah kemudian disebut Sang Hyang Purohita yang tak lain adalah Ida Sang Hyang Sadasiwa yang turun ke bumi. Tetapi karena Hyang Maha Guru Bhatara Agung Mpu Kuturan juga telah memberi pencerahan kepada umat manusia terlebih pada jaman Kali, dan di jaman Milenium ini menurunkan sastra Kamoksan melalui mangku Mukti, Ida juga bisa disebut sebagai Sang Hyang Purohita yang merupakan Dewata yang memberikan pencerahan kepada umat manusia.
Purohita Pura
Kemudian atas berbagai hal yang terjadi di Puri, mangku Mukti kemudian direstui oleh Pinisepuh dan Hyang Maha Guru Bhatara Agung untuk melinggihkan Sang Hyang Purohita di Desa Unggahan, Kecamatan Seririt, Buleleng. Yang distanakan adalah Ida Sang Hyang Sadasiwa dalam manifestasinya sebagai Hyang Sabdapalon.
Pemilihan lokasi adalah karena berbagai petunjuk Ida. Salah satunya, Leluhur bapak Nyoman Wirka menitipkan Beliau untuk dituntun dalam spiritual. Kebetulan bapak Nyoman Wirka memiliki tanah, yang sejarahnya dikenal angker dan memiliki banyak sumber air tanah yang benar-benar datang dari dalam bumi. Setelah diceritakan, ia dengan sukarela mengijinkan tanahnya untuk dipakai menyetanakan Sang Hyang Purohita. Petunjuk lainnya adalah, Hyang Maha Guru Mpu Kuturan, pernah beristirahat di daerah tersebut, yang karena tanahnya selalu basah disebut Benyahe. Akhirnya tanpa proses yang susah, berdirilah Pura Khayangan Jagat Bhuana Purohita di Lembah Dusun Benyahe, Desa Unggahan, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.
Gambar: Saat pemelaspasan pada hari Redite Kulantir tanggal 11/12/12. Sesuhunan Desa Unggahan, Jero Nyoman, tedun menyaksikan jalannya upacara. Ibu Dewi Kwan Im, Hyang Sabdapalon, Ida Bhatari Durga dan Leluhur lainnya tedun dan meminjam Permas atau para Dasaran yang kebetulan hadir dalam upacara pemelaspasan tersebut.
Mangku Mukti mengatakan, distanakannya Sang Hyang Purohita adalah suatu perjuangan kemanusiaan, bahwasanya, tujuan manusia lahir ke dunia adalah untuk meningkatkan evolusi dan meningkatkan kemuliaan sebagai manusia agar suatu masa mencapai kebebasan atau moksha. Kemudian, mengamati tatanan Pura yang sudah ada di Nusantara, belum ada stana Sang Hyang Purohita, yaitu Dewata yang memberi penugrahan peningkatan spiritual. Juga salah satu tujuan dari membuat Purohita Pura adalah untuk melengkapi tatanan Perhyangan dari garis Purusha di Nusantara, yaitu: Siwa, Sadasiwa dan Paramasiwa.
Berikut adalah stana dari Tri Purusha:
1. Ida Bhatara Paramasiwa dalam manifestasi sebagai Siwa Pasupati yang dikenal sebagai Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati, sudah distanakan di Pura Mandara Giri Semeru Agung, di Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
2. Ida Bhatara Sadasiwa dalam manifestasi Sang Hyang Purohita atau Hyang Sabdapalon akhirnya telah direstui oleh Hyang Maha Guru Bhatara Agung Mpu Kuturan dan Hyang Sabdapalon untuk distanakan di Purohita Pura, di Benyahe, Desa Unggahan, Seririt, Buleleng, Bali.
3. Ida Bhatara Siwa dalam manifestasi sebagai Ida Bhatara Guru, distanakan di Pura Dalem pada setiap Kahyangan Tiga di setiap Desa Adat yang ada di Bali.
Atas pemikiran dan pemahaman akan Kewenangan dari Sang Hyang Purohita yang menguasai seluruh Taksu Dewata, mangku Mukti memperjuangkan hal-hal yang berhubungan dengan berbagai kepentingan manusia untuk menjalani kehidupan di masa-masa yang akan datang. Akhirnya direstui oleh Hyang Maha Guru Bhatara Agung Mpu Kuturan dan Sang Guru Suci, Pinisepuh I Gusti Agung Yudhistira abhiseka Sang Bhatara Raja untuk membuat genah melukat yang disebut dengan Genah Melukat Astha Gangga. Yaitu 8 ceburan yang pada setiap ceburan atau pancuran membawa restu berbeda. Adapun makna dari masing-masing pancuran adalah:
1. Sanjiwani : Awet muda atau panjang umur
2. Asura : Peningkatan spiritual
3. Jaya Kusuma : Jabatan atau kawibawan
4. Sudhamala : Kesembuhan atau kesehatan
5. Amrta : Rejeki, kemakmuran dan kelimpahan
6. Kavya : Kecerdasan atau pendidikan
7. Samvadita : Jodoh dan keharmonisan pasangan suami istri atau kekasih
8. Kosong : diisi pinunasan sendiri atau untuk para Sulinggih yang ingin mengisi dengan jenis penglukatan atau sudhi kertha tertentu.
Disamping genah melukat Astha Gangga, masih ada Telaga Tamba Urip yang bisa juga dimohon sebagai Tirtha pengelukatan Tamba/pengobatan, untuk kasus-kasus sakit tertentu yang sulit disembuhkan. Di Telaga inilah, Hyang Sabdapalon memberi amanah agar dibuat Candi sebagai Stana Ida.
Untuk melengkapi Tatanan Pura, seperti kebanyakan Pura petilasan Hyang Maha Guru Mpu Kuturan yang biasanya ada payogan, dibangun pula Gua Payogan yang diberi nama Hiranyagarbha yang artinya ‘rahim emas’. Nama ini telah mendapat restu dari Pinisepuh Sang Bhatara Raja. Maksudnya adalah, siapapun yang pernah memasuki Gua, diibaratkan seperti dilahirkan kembali dari rahim emas yang membawa maksud piningkatan ke jenjang lebih tinggi dalam pencapaian spiritual. Persyaratan memasuki Gua akan dituangkan lebih jauh dalam Purana Purohita Pura, nantinya. Gua ini adalah meniru salah satu keadaan yang ada di alam Bodhisattwa yaitu alamnya manusia sempurna yang telah mengalami moksha. Telah mendapat restu untuk diwujudkan di dunia skala oleh Guru Suci, Pinisepuh I Gusti Agung Yudhistira. Di dalam Gua Payogan terdapat Tempayan Keabadian yang memiliki energi sangat kuat dan akan berpengaruh kepada organ spiritual manusia.
Awalnya semua keberadaan Purohita Pura adalah merupakan suatu angan-angan guna mewariskan suatu Karya Besar bagi umat Nusantara bahkan Dunia demi peningkatan tahapan evolusi manusia pada ke empat jaman terutama Kali Yuga dan Satya Yuga. Akhirnya Beliau mengatakan, oleh karena Purohita Pura dan Genah melukat Astha Gangga telah selesai dikerjakan, maka Beliau mengundang Bali Aga untuk ikut Tirtha Yatra ke Pura Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur beberapa hari yang lalu.
Tujuan dari Tirtha Yatra adalah untuk menghaturkan Suksma kepada para Leluhur Majapahit terutama Dhang Hyang Jawi atau Hyang Sabdapalon.
Penulis : Ida Pandita Mpu Paramadaksa Purohita