IDA BHATARA RATU GEDE DALEM PED DAN DEWA KWAN KONG

 


Di Nusa Penida, Dewa Siwa dan Dewi Parwati pernah turun menjelma sebagai Ki Dukuh Jumpungan dan Ni Luh Puri. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan-keturunan dari Mpu Gnijaya yang beristrikan Bidadari. Keturunan dari Nusa Penida adalah putra-putra Dalem yang mengurus kehidupan manusia sehubungan dengan roh, hidup, mati, sakit dan kesehatan. Ki Dukuh Jumpungan memiliki Putra bernama I Merja, yang kemudian menikah dengan Ni Luna. Dari perkawinan itu, lahirlah seorang putra yang bernama I Renggan. I Renggan kemudian menikah dengan Ni Merahim, dan dari pernikahan tersebut lahirlah dua orang anak, satu laki-laki, dan yang satunya adalah perempuan. Yang laki-laki bernama I Gede Mecaling dan yang perempuan di beri nama Ni Tole, dan Ni Tole kemudian menjadi permaisuri Dalem Sawang yang menjadi raja di Nusa Penida. Sedang I Gede Mecaling mempunyai seorang istri yang bernama Sang Ayu Mas Rajeg Bumi.

I Gede Mecaling sangat senang melakukan tapa brata yoga semadhi di Ped, pengastawaanya ditujukan kepada Ida Bhatara Siwa dan karena ketekunannya Ida Bhatara Ciwa berkenan turun ke bumi untuk memberikan panugrahan berupa Kanda Sanga. Kemudian, setelah mendapat panugrahan kanda sanga, fisik I Gede Mecaling menjadi berubah. Badannya menjadi besar, mukanya menjadi menyeramkan, taringnya menjadi panjang, suaranya menggetarkan seisi jagat raya. Sedemikian hebat dan sangat menyeramkan, maka seketika itu juga jagat raya menjadi guncang. Kegaduhan, ketakutan, kengerian yang disebabkan oleh rupa, bentuk dan suara yang meraung-raung siang dan malam dari I Gede Mecaling membuat gempar di mercapada.

Melihat dan mendengar yang demikian, para dewa pun ikut menjadi bingung karena tidak ada satu orang pun yang bisa menandingi kesaktian I Gede Mecaling. Bahkan sesungguhnya para dewa tidak ada yang bisa menandingi, tidak ada yang bisa mengalahkan kesaktian I Gede Mecaling yang bersumber pada kedua taringnya yang telah dianugrahkan oleh Ida Bhatara Siwa. Akhirnya turunlah Ida Bhatara Indra untuk berusaha memotong taring I Gede Mecaling. Setelah taring I Gede Mecaling berhasil dipotong barulah I Gede Mecaling berhenti menggemparkan jagat raya. Setelah itu I Gede Mecaling kembali melakukan tapa brata yoga semadhi, pengastawanya di tujukan kepada Ida Bhatara Rudra dan Ida Bhatara Rudra pun berkenan turun ke bumi untuk memberikan panugrahan kepada I Gede Mecaling berupa panca taksu, yaitu:

1. Taksu balian,
2. Taksu penolak grubug,
3. Taksu kemeranan,
4. Taksu kesaktian,
5. Taksu penggeger.

I Gede Mecaling menjadi raja setelah Dalem Sawang wafat karena berperang dengan Dalem Dukut. Dengan demikian I Gede Mecaling memimpin semua wong samar dan bebutan-bebutan yang ada di bumi. Juga pada akhirnya I Gede Mecaling diberi wewenang oleh Ida Bhatari Durga Dewi untuk mencabut nyawa manusia yang ada di bumi.

I Gede Mecaling juga di berikan wewenang sebagai penguasa samudra. Karena menguasai samudra sering juga disebut Ratu Gede Samudra. Gelar I Gede Mecaling yang diberikan oleh Ibu Durga Dewi yaitu Papak Poleng dan permaisurinya Sang Ayu Mas Rajeg Bumi diberi gelar Papak Selem. I Gede Mecaling moksha di Ped dan istrinya moksha di Bias Muntig. Keduanya sekarang sebagai penguasa di bumi Nusa Penida dan mendapat wewenang sebagai penguasa kematian. Maka bagi umat yang ingin umurnya panjang, sehat, selamat dan lain-lain memohonlah kepada Beliau I Gede Mecaling yang akhirnya bergelar Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling. Ratu Gede Mas Mecaling yang adalah Manifestasi dari Siwa Rudra yang beristana di Pura Dalem Ped sehingga sering disebut sebagai Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped. 

Disamping pratima Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped, terdapat pratima Dewa Kwan Kong. Kwan Kong adalah seorang Jenderal perang kenamaan yang hidup pada jaman 3 Kerajaan Sam Kok, pada rentang tahun 160 - 220 M. Nama aslinya adalah Guan Yu, atau Guan Yun Chang. "Guan" adalah marganya, dan "Gong" berarti tuan, atau gelar kehormatan. Oleh karena itu, Guan Gong berarti "Dewa Guan".

Beliau dipuja karena kesetiaan dan kejujurannya, sebagai lambang dan teladan dengan sifat sifat ksatria sejati yang selalu menempati janji dan setia kepada sumpahnya. Di samping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Dewa Kwan Kong juga dipuja sebagai Dewa Pelindung Perdagangan, Dewa Pelindung Kesusastraan, dan Dewa Pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan, sehingga diberi julukan sebagai "Dewa Perang".


Sumber tulisan : Puri Agung Dharma Giri Utama (www.dharmagiriutama.org)